Juli 02, 2008

FITRAH KEMANUSIAAN

Ada yang harus dimengerti tentang nilai-nilai sebuah kemanusiaan, tentang kebersamaan sesama makhluk Tuhan, akan persamaan hak yang selama ini kita masih melupakan. Kehidupan adalah putaran waktu yang telah ditetapkan untuk kita agar diri ini semakin mengerti tentang keagungan Yang Mahasuci. Agar diri ini semakin sadar dan memahami betapa kita juga membutuhkan orang lain untuk bersama-sama saling mengisi dan melengkapi. Orang kaya membutuhkan yang miskin, begitu juga sebaliknya orang miskin membutuhkan uluran tangan para dermawan.
Orang pandai tidak akan bisa berdiri sendiri tanpa bantuan orang bodoh, begitu juga sebaliknya. Seorang presiden tidak akan dapat melaksanakan roda pemerintahan jika rakyat kecil tidak mendukungnya. Begitu juga dengan yang terjadi antara kita, kita hanya sekadar menjalani apa yang telah diri-Nya kehendaki. Apa yang tidak kita miliki bisa jadi orang lain mampu memberi, sedangkan apa yang tidak orang lain miliki kita justru mempunyai. Kita saling memberi dan mengisi, kita saling melengkapi meski terkadang belum sesuai dengan apa yang kita kehendaki.

guruku orang pesantren

Judul Buku : Guruku Orang-orang dari Pesantren
Pengarang : K. H. Saifuddin Zuhri
Penerbit : LKiS Yogyakarta
Cetakan : I, September 2001
Tebal buku : xiv + 384 halaman, 12 x 18 cm
Sebutir Mutiara dari Pesantren
Membicarakan tentang pesantren memiliki keunikan tersendiri. Ini karena pesantren merupakan subkultur tersendiri dalam masyarakat Indonesia. Ketahanannya membuat pesantren tidak mudah menerima suatu perubahan yang datang dari luar, karena pesantren memiliki benteng tradisi tersediri. Tradisi kerakyatan dalam mengabdi kepada Allah swt dan menyebarkan kebaikan di tengah-tengah masyarakat.
Salah satu tokoh dari kalangan pesantren yang berhasil menduduki jabatan pemerintahan pada masa lalu adalah KH Saifuddin Zuhri. Beliau adalah seorang tokoh pesantren, pejuang, plolitisi dan mantan jurnalis. Dimuali belajar di Madrasah Al-Huda yang cuma menempati sebuah langgar kecil milik Mbah haji Abdul Fatah (hlm. 19)